Kamis, 17 Maret 2011

HUBUNGAN ORANGTUA & ANAK.

Kasih sayang dan simpati orang tua bersifat khas. Bahkan, jika seorang anak berpaling dari orang tua & menghinanya, mereka dengan sabar terus berdoa agar Allah mengampuni & membimbingnya, serta berharap mudah-mudahan sang anak menyadari kesalahannya. Ini mencerminkan hubungan luar biasa yg tidak dimiliki oleh mahluk lain & hanya terdapat dalam lingkungan keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mengalami berbagai konfrontasi yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif. Dalam sebuah keluarga, khususnya keluarga yang memiliki latar belakang agama yang baik, sekalipun orang tua menjadi sasaran kemarahan & kejahilan perilaku anaknya, mereka tidak akan membuang sikap kasih sayang terhadapnya, tetapi justru dengan lemah lembut membimbing & berdoa untuk menggapai keberhasilan dalam kehidupannya.

Firman Allah Swt: “Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya : “Cis bagi kamu berdua, apakah kamu berdua memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? Lalu, kedua ibu bapaknya itu memohon kepada Allah seraya mengatakan: Alangkah celaka kamu (kalau begini), berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar”. Lalu dia berkata: Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka”. (QS. Al-Ahqaaf, 17) Perintah dalam ayat ini adalah anjuran yang disertai peringatan dan kelemahlembutan.

Perintah Allah untuk orang tua yg terdapat dalam ayat tadi adalah agar mereka mendidik anaknya untuk bersikap hormat & lemah lembut kepada orang tua. Dengan alasan inilah Allah Swt. berfirman: “Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya….”. (QS. Al-Ahqâf: 15)

Bukan hanya orang-orang muslim saja yg sesungguhnya menjadi obyek dari perintah ini, melainkan juga semua orang dalam masyarakat wajib berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Hal ini mengingat perjuangan seorang ibu sewaktu melahirkan dan merawat anaknya, juga pendidikan seorang ayah sejak ia bayi. Kesadaran akan hal ini bisa menimbulkan rasa kasih sayang dan sifat pemaaf dalam diri anak. Sebagaimana halnya anak yg mesti memenuhi beberapa kewajiban yg berkaitan dengan orang tuanya, orang tuapun harus melaksanakan beberapa kewajiban mereka terhadap anaknya. Atas dasar ini, orang tua tidak diperbolehkan meninggalkan anaknya. Inilah kewajiban agama yang harus mereka laksanakan.

Pada hakekatnya hubungan orang tua dengan anak adalah hubungan dunia dan akhirat, yakni hubungan yang terus berjalan semasa hidup sampai wafatnya. Namun, hubungan tersebut akan terputus manakala akidah mereka berbeda. Hal ini dapat kita petik dari kisah keluarga Nabi Nuh As. ketika ia berusaha menolong anaknya yang hampir tenggelam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran surat Hûd ayat 45: “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”.Lalu, Allah Swt. menjawab dengan firman-Nya: “Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan) sesungguhnya itu perbuatan yg tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yg tidak kamu ketahui (hakekatnya). Sesungguhnya Aku memperingatkanmu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yg tidak berpengetahuan”. (QS. Hûd: 46) Perbedaan keyakinan tersebut dapat memutuskan hubungan anak & orang tua di akhirat, namun tidak di dunia.

Karena, bagaimanapun buruknya orang tua tetap harus dihormati & seburuk-buruk anaknya dia adalah darah dagingnya sendiri, maka dalam kehidupan di dunia hubungan kekeluargaan & silahturahmi tidak terputus. Kegagalan Nabi Nuh As. dalam melindungi & mendidik keluarganya dikarenakan istrinya yg berbeda keyakinan (kafir­). Dengan demikian, seorang ibu memiliki peran yg sangat vital bagi pertumbuhan pribadi anak. Hikmah yg tersirat adalah mendidik anak tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah saja, akn tetapi harus didukung penuh oleh sang isteri (ibu). Maka dari itu, keluarga yg baik akan tercipta apabila keduanya (suami-isteri) memiliki keyakinan yg sama.

Dalam hadits diriwayatkan bahwa jika seseorang telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: amal jariyah, ilmu yg bermanfaat dan do’a anak yang saleh (HR. Bukhari dan Muslim). Keterangan hadits tadi menjelaskan bahwa amal yg tidak terputus dari dunia sampai akhirat salah satunya adalah do’a anak yg saleh untuk kedua orang tuanya.Dalil mengenai kewajiban seorang mukmin untuk melindungi keluarganya dari api neraka adalah QS. At-Tahrîm ayat 6 yg artinya: “Hai orang-orang yg beriman, peliharalah dirimu & keluargamu dari api neraka…”. Ayat di atas berkaitan dengan hadits Nabi Saw. sebagai berikut:“Kamu sekalian adalah penggembala & setiap orang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.

Seorang pemimpin adalah penggembala & bertanggung jawab terhadap yg dipimpinnya. Seorang laki-laki seperti penggembala bagi keluarganya & ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang wanita seperti penggembala terhadap rumah suami & anak-anaknya, dan bertanggung jawab terhadap mereka. Dan, seorang pembantu adalah penjaga harta tuannya & bertanggung jawab terhadap yg dijaganya. Jadi, kamu sekalian adalah penjaga & bertanggung jawab terhadap tugasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kewajiban orang tua terhadap anaknya dalam hadits di atas digambarkan oleh Rasulullah Saw. seperti penggembala yg harus berhati-hati terhadap gembalaannya. Orang tua harus selalu mengawasi & memperhatikan anak-anaknya, sehingga mereka yakin anak-anaknya tidak tersesat & tumbuh sesuai dengan ajaran al-Qur’an & Sunnah. Bârakallâhu lî wa lakum. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar