Jumat, 08 April 2011

SURAH ALI IMRAN.

Surah Ali 'Imran adalah surah ke 3 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 200 ayat. Surah ini adalah surah Madaniyyah. Dinamakan Ali 'Imran karena memuat kisah keluarga 'Imran yang di dalam kisah itu disebutkan kelahiran Nabi Isa a.s., persamaan kejadiannya dengan Nabi Adam a. s., kenabian dan beberapa mukjizatnya, serta disebut pula kelahiran Maryam puteri 'Imran, ibu dari Nabi Isa a.s.

Surat Al Baqarah dan Ali 'Imran ini dinamakan Az Zahrawaani (dua yang cemerlang), karena kedua surat ini menyingkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh para Ahli Kitab, seperti kejadian dan kelahiran Nabi Isa a.s., kedatangan Nabi Muhammad s.a.w. dan sebagainya.

Pesan yang terkandung dalam surah Ali ‘Imran merupakan bagian dari risalah Alquran. Pesan ini didasarkan atas tauhid, keesaan Allah:"

Allah, tak ada Tuhan kecuali Dia, Yang Mahahidup, Maha Berdiri Sendiri ... Tak ada sesuatu pun di Bumi ataupun di langit yang tersembunyi dari Allah ... Dia membentukrnu di dalam rahim sebagaimana Dia kebendaki. Tak ada Tuhan kecuali Dia ... Yang Mahakuasa, Maha Bijaksana ... Raja Penguasa alam ... Maha Pengampun, Maha Pengasih.

"Surah Ali ‘Imran, sebagaimana surah-surah lainnya dalam Alquran, bolak-balik menegaskan pernyataan-pernyataan penting tentang sifat Allah dan kondisi psikososial manusia. Melalui perenungan, manusia akan menyadari bahwa surah itu menyalin kesadaran manusia yang juga bersifat bolak-balik, dari introspeksi yang lebih sedikit atau lebih besar kepada keterlibatan sosial yang lebih sedikit atau lebih besar, meskipun setiap orang secara pribadi maupun sosial terubat, baik secara lahir maupun batin.

Tauhid terkait dengan kesadaran murni dan pribadi yang menyatu. Tak ada cara lain untuk mencapai keadaan ini kecuali percaya dengan cara itu, dan terus berjuang dengan amal saleh. Karena alasan inilah, Alquran
menjadi demikian penting keberadaannya sebagai buku petunjuk teknis dalam menjalankan kehidupan ini. Melalui iman dan penyucian diri datanglah keyakinan bahwa"tak ada Tuhan kecuali Dia."Sebagaimana tampak
sederhananya jalan menuju status tertinggi, pesona dunia merupakan daya tarik yang selalu mengalihkan perhatian manusia:"Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaannya terhadap wanita, anak-anak, harta simpanan berupa emas dan perak ... Inilah kesenangan hidup di dunia."Satu-satunya jalan bagi manusia untuk menghindari godaan adalah dengan cara bersabar, menguji niat dengan kejujuran tinggi, dan kembali kepada Allah:"Mereka berkata, Ya Tuhan Kami, ampunilah kami atas kesalahan dan kelaliman kami ...
dan bantulah kami melawan orang-orang kafir.

"Dalam surah Ali ‘Imran, Allah menjelaskan berbagai tingkatan iman yang ada pada manusia, dan juga perubahan yang terjadi dalam hati seseorang yang memiliki keimanan. Hati tidak pernah tetap ataupun diam.
Diamnya hati hanya terjadi di alam yang tak berdimensi waktu, dan keyakinan tertinggi hanya diraih melalui kematian, ketika manusia tak lagi memiliki kebebasan untuk berbuat. Semakin mendekat seseorang kepada kematian, semakin yakinlah ia akan Yang Maha wujud.

Lalu apakah yang dimaksud dengan iman? Dapatkan iman diterjemahkan sebagai pengetahuan, ataukah ia hanyalah sejenis keyakinan takhyul? Iman boleh jadi bermula secara buta, namun seandainya ia tidak mengantarkan kepada keyakinan yang sepenuhnya tersadarkan, maka iman tersebut hanya memiliki sedikit nilai. Kekuatan iman bergantung pada sejauh mana kuatnya hubungan antara seorang mukmin dengan zat yang ia imani dan yakini. Iman dan keyakinan membukakan pintu pengetahuan dan amal saleh. Dengan menjadikan
unsur-unsur ini sebagai batu fondasi, maka proses transformasi bisa dimulai.

Manusia tidak bisa berhubungan dengan Allah kecuali jika ia juga berhubungan dengan-Nya melalui makhluk-Nya, karena adakah sesuatu yang bukan berasal dari Allah? Orang yang mengklaim bahwa ia berhubungan dengan Allah namun tidak dengan makhluk-Nya, ia adalah munafiq dan bodoh, karena
pernyataan tersebut mengisyaratkan pemisahan, dan tak mengandung makna sedikit pun, sebagaimana Allah nyatakan,"Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya sendiri”(Q.S. 50: 16).

Iman kepada Allah akan menyucikan orang mukmin. Islam sejati didasarkan atas kesucian hati. Pada tingkatan manakah kelalaian, kebebasan, dan kesediaan hati mereka? Apakah hati rindu terhadap hal-hal
duniawi, kendati ia tidak mampu meraihnya? Hati mencerminkan tingkatan ilmu dan tauhid. Iman bertambah dengan merealisasikan takwa kepada Allah, karena orang yang bertakwa menyadari pentingnya takwa.Tidaklah mungkin bagi manusia untuk menilai apakah seseorang telah berbuat atas dasar keimanannya atau tidak, karena ia tidak mengetahui pembahan yang terjadi pada hati orang lain. Yang dapat dikatakan hanyalah bahwa amal seseorang pada waktu tertentu merupakan cerminan keadaan batinnya, baik berupa
kelemahan, kebimbangan, dan kebencian, ataupun kekuatan, tujuan, dan cuma kasih. Amal seseorang merupakan cermin iman pada saat tertentu dan boleh jadi sangat berbeda di waktu yang lain. Kritik hanya boleh dilontarkan terhadap perbuatan seseorang dan bukan kepada pribadinya, karena perbuatan tersebut
berasal dari niat yang boleh jadi baik, boleh jadi buruk.Meskipun aksi utama dalam surah Ali ‘Imran adalah perang Uhud, namun surah ini juga mengandung kisah Quranis tentang Nabi Isa. Kebanyakan kisah ini menggambarkan keajabaian kelahirannya, dan keajaiban yang ia buat untuk mencengangkan orang-orang yang telah diperdaya oleh sekelompok elit pendeta.

Perang Uhud memiliki efek yang mengguncangkan terhadap masyarakat muslim generasi awal, yang terlalu percaya diri setelah kemenangan gemilang di perang Badr. Kekalahan orang-orang Mekah pada perang
Badr, yang dipimpin Abu Sufyan, memberikan motif bagi turunnya ayat-ayat dalam surah ini yang memberikan pengetahuan dan indikasi implisit tentang peperangan yang lebih mulia, yakui peperangan melawan hawa nafsu. Dalam bahasa Arab istilah untuk peperangan adalahjihad(jihad). Kini, jihad biasanya diterjemahkan sebagai "perang suci," namun sesungguhnya ia bermakna "berjuang di jalan kebenaran." Nabi Muhammad menjelaskan bahwa peperangan fisik untuk mempertahankan kebenaran merupakan jihad kecil. Jihad besar, sebagaimana yang disabdakannya, merupakan perjuangan melawan hawa nafsu. Jadi, pesan yang terkandung dalam ayat-ayat tentang perang Badr merupakan pengetahuan langsung tentang peperangan melawan hawa nafsu.

Dari pelajaran Alquran tentang jiwa manusia dalam surah Ali ‘Imran, kita dapat menangkap makna"sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan"(Q.S. 12: 53). Kita akhirnya memahami nafsu secara lebih mendalam, sebagai tempat pengalaman manusia, dalam kapasitas gandanya, baik untuk kebaikan maupun kejahatan. Pada masa kita, khususnya pada masa pembungaan uang, kabut ilusi "peradaban" menjadi tebal. Banyak orang menyadari dirinya sakit, namun hanya sedikit yang mencari obat. Meskipun kebaikan tanpa cacat jarang terlihat, sudah terlalu banyak personifikasi keburukan melintasi panggung dunia, sehingga akal mendiktekan perlu adanya tingkatan nafsu yang lebih tinggi. Jika bukan demikian, kemanusiaan mungkin sudah tak lagi bertahan, karena skala yang menentang hidup sudah terbalik jauh sebelumnya.

"Ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu dengan benar”terus menyala di hadapan kita, namun jika kita tidak tahan terhadap cahaya kebenaran, maka kita akan dibutakan oleh gambaran setelahnya tentang keberadaan dunia, dan kita hanya meraba-raba tanpa tujuan. Karena tercengang oleh permintaan dan keinginan jiwa rendah, dan tak mampu mengubahnya melalui kesadaran yang lebih tinggi, akhirnya kita benar-benar kehilangan keajaiban yang terbesar dari keseluruhan: yaitu kehidupan itu sendiri. Namun, persepsi kita yang terlambat ini selalu menyelimuti ketakjuban, ia senatiasa membentangkan keajaiban:"Mereka memiliki hati namun tidak bisa memahami; mereka memiliki mata namun tidak bisa
melihat'(Q.S. 7: 179).

Kemunafikan merupakan penyakit utama, karena itulah yang disukai jiwa rendah(nafs).Dalam kemunafikan, nafsu rendah menemukan pemaafan dan tempat pelarian; kemunafikan bersembunyi di dalam terowongan kepalsuannya sendiri. Kemunafikan sangatlah sukar dideteksi dan sukar ditangkap di tempat sumbernya. Bahkan beberapa orang mukmin terbaik pun dihinggapi kemunafikan ketika perang Uhud. Kita tidak boleh menganggap diri kita lebih tinggi dari orang lain."Tak ada seorang pun merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”(Q.S. 7: 99). Azab dan ketetapan Allah bertujuan untuk menyadarkan kita akan Allah.Realitas menguji dan membebani kita dalam rangka menyucikan dan menyadarkan kita. Pada waktu-waktu tersulit, sebenarnya kita memiliki kesempatan terbaik untuk merenungkan alasan mengapa konflik terjadi. Selama waktu-waktu biasa dan tidak ada kesulitan, kebiasaan berada di dalam kontrol, dan hanya sedikit pengetahuan vang diperoleh. Selama masa-masa sulit, kita dipaksa berserah diri, dan dari penyerahan diri tersebut kita mempelajari makna di balik peristiwa-peristiwa itu dan memperoleh kearifan dan pengetahuan sejati.

Surah Ali ‘Imran merupakan gambaran lebih mendetil tentang peristiwa-peristiwa yang diceritakan kembali pada surah al-'Asr"Demi masa, manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman, beramal saleh, menasihati dengan kebenaran dan kesabaran"(Q.S. 103: 1-3). Tema sentralnya adalah kemunafikan dan kebimbangan manusia. Sebuah objek dapat dilihat jelas ketika ia memiliki bayangan yang didefinisikan secara tajam; apa yang transparan tidak terlihat seluruhnya di bawah cahaya yang buram. Semakin besar bayangan, semakin jelaslah profil objek tersebut. Bayangan kemunafikan timbul menghiasi berbagai peristiwa yang terjadi sejak awal kemunculan Islam, dan karenanya ia dapat dideteksi oleh kaum mukmin.Kemunafikan samar yang kita sembunyikan muncul pada masyarakat awal Madinah. Sebagaimana orang-orang yang bimbang dan tidak memanifestasikan keimanan sejatinya kepada Allah muncul pada generasi Islam awal, maka orang-orang seperti ini juga muncul dalam masyarakat muslim sekarang. Jalan Allah tidaklah berubah. Seandainya ia berubah, maka akan terjadilah kekacauan dan kerusakan yang terus-menerus di alam ini. Seandainya ia bembah, maka tak akan ada hubungan atau keberlanjutan antara masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.

Surah Ali ‘Imran menggambarkan poros tengah yang di atasnya Islam, peradaban, kebudayaan, dan kemanusiaan berdiri: masyrakat mukmin yang percaya kepada Allah. Nilai suatu masyarakat dapat dinilai dari tujuan dan orientasinya. Keinginan dan tujuan utama komunitas muslim generasi awal adalah pengetahuan tauhid. Komunitas Islam awal di Madinah tidak saja merasakan pengetahuan tauhid, nainun juga menghidupkannya; dan banyak dari mereka diubah olehnya. Merekalah orang-orang yang bertauhid (muwahhidin) dalam arti yang sesungguhnya. Mereka percaya bahwa sumber seluruh alam ini adalah Yang Maha Esa dan bahwa seluruh alam ini dipelihara dan kembali kepada Yang Esa. Mereka mengenal sifat-sifat Allah sebagaimana termanifestasi dalam realitas wujud.

Setelah iman dan pernahaman akan keesaan Realitas, kekuatan kedua yang menghubungkan kaum muslim Madinah adalah keimanan mereka kepada Nabi Muhammad dan kecintaan serta kesetiaan mereka kepadanya. Dengan cinta dan iman mereka kepada Allah, terjadilah perubahan batin. Denga kecintaan dan kepatuhan terhadap ajaran nabi, komunitas dan masyarakat mukmin muncul.Ali pernah ditanya tentang pengertian takwa kepada Allah, dan ia menjawab, "Takwa berarti engkau menaati-Nya, dan engkau tidak mendurhakai-Nya." Menaati Allah, sebagaimana kami nyatakan di awal, berarti menaati hukum fisik maupun spiritual. Hukum spiritual menuntut para individu untuk berkembang secara spiritual. Hukum fisik lebih mudah untuk diamati—jika kita merusak alam, kita harus membayar ongkosnya. Ali selanjutnya berkata, "Takwa juga berarti kamu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya, dan bahwa kamu bersyukur kepada-Nya dan tidak mengkufuri-Nya."Keadaan syukur merupakan keadaan hati yang puas. Semakin puas sebuah hati, semakin terbukalah ia kepada pengetahuan yang lebih tinggi. Orang yang hatinya lapang dan bebas, yaitu keadaan hati yang terjadi setelah syukur, lebih mungkin berhasil dalam memperoleh pengetahuan. Allah berfirman dalam Alquran bahwa mereka yang bersyukur akan bertambah nikmatnya. Proses ini bisa diamati dan diuji secara rasional. Aksi dan reaksi bersifat sepadan dan berlawanan, dan karenanya orang yang hatinya berada dalam keadaan syukur pasti menemukan kesuksesan dan kepuasan sampai batas syukurnya itu, baik syukur itu diucapkan ataupun tidak. Kita semua tahu bahwa orang-orang yang lalim sangatlah sukses dalam pengertian Duniawi, dan kesuksesan ini mungkin kelihatannya tidak adil bagi kita secara sekilas, namun jika kita melihat lebih mendalam, kita akan menemukan bahwa mereka bersyukur atas apa yang mereka miliki. Hukum Allah berlaku bagi setiap orang. Meskipun mereka boleh jadi orang yang sangat jahat, namun rasa syukur mereka menyebabkan mereka sukses secara duniawi. Meskipun demikian, kesuksesan ini datang dengan berbagai batasan, yang paling penting adalah bahwa kesuksesan tersebut terbatas hanya di alam dunia ini saja, padahal tujuan alam ini adalah untuk berkembang dan mempersiapkan diri menuju alam kemudian.

Allah mencipta makhluk-Nya dengan cinta kasih dan agar diketahui. Pengetahuan Allah dimulai dengan memahami hubungan antara sebab dan akibat melalui akal. Pengetahuan ini disebut kesatuan perbuatan. Menyusul kemudian kesatuan sifat. Di sini manusia menyadari sifat-sifat dalam seluruh keragaman, namun mengetahui bahwa mereka berasal dari satu sumber. Terakhir, muncullah pengetahuan kesatuan hakikat yang dapat diperoleh hanya melalu hati yang suci yang ditransformasikan oleh perbuatan yang tidak egois, disertai kesadaran dan zikir yang terus-menerus kepada Allah, Sang Pemberi Petunjuk dan Yang Maha Pengasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar